Buku ini beberapa kali saya baca.
Di blog ini saya juga membuatnya. Tapi tidak terlihat menarik. Mungkin ini
lantaran pada awalnya saya mau belajar buat review, dan hasilnya demikian. Bagi
teman-teman yang ingin lihat, silahkan klik Mendidik Anak dengan Kasih Sayang, atau Yuk Jadi Guru yang Keren. Sangat sederhana, bukan?
Jujur, mungkin itu tidak masalah
buat saya. Toh, itu adalah sebuah proses. Dan, setiap proses seharusnya
dihargai. Saya menghargai. Seolah inilah buntut dari kebisaan saya untuk
membuat review lainnya. Apa saya mengangumi diri sendiri? Kata orang bijak,
menghargai diri sendiri itu sangat boleh. Asal, jangan berlebihan. Maka dari
itu saya tidak berlebihan. Sebab, jelas banyak aspek kekurangan dari kebisaan
saya tersebut. Setidaknya, inilah proses penilaian diri saya sendiri. Orang
lain? Tentu saya percaya bahwa mereka dengan sangat senang memberikan kritik
dan saran saat menemukan banyak kekurangan itu. Benar, kan?
Baiklah. Mungkin, saya terlalu
panjang ngaurnya. Jadi, untuk kali ini saya kembali mereview buku ini.
Istilahnya, dalam review ini saya mengambil sisi lain dari buku ini. Saatnya
dimulai!
Judul buku: Spiritual Teaching
Tagline: Agar guru senantiasa
mencintai pekerjaan dan anak didiknya
Penulis: Abdullah Munir
Penerbit: Pustaka Insan Madani
Terbit: Cetakan ketujuh, Maret
2010
Halaman: 114
Menyemai Benih Kasih Sayang
merupakan bab dari buku ini. Letaknya berada di halaman 57. Dalam bab ini, guru
dianjurkan untuk memulai menyemai kasih sayang ke anak didiknya. Selain
menyemai, ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu mulai merawat bibit-bibit
berupa cinta, kasih, dan sayang. Jadi sebenarnya, yang dimaksud untuk menyemai
benih kasih itu ya berupa aspek demikian; cinta, kasih, dan sayang. Mengapa hal
itu? Karena mendidik dengan berlandaskan cinta akan berefek pada bertambahnya
kepercayaan masyrakat kepada guru, juga terhadap sekolah. Sebab, bila anak
dididik dengan penuh rasa cinta, kasih, dan sayang, di dalam didrinya akan
tumbuh sifat-sifat positif, seperti kepercayaan diri yang tinggi, berani, dan
tidak mudah patah semangat (halaman 57).
Lalu, bagaimana caranya untuk
menghasilkan hal itu? Sebelumnya, dalam pembahasan ini mengutarakan untuk
menyemaikan hal ini dalam ranah warga di sekolah; kepala sekolah, guru, dan
staf-staf lainnya. Maka dari itu, mulailah dari sekarang. Dan berikut hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menyemaikan kasih sayang.
Membangun citra sekolah
Salah satu kiat jitu untuk membangun
karakter unggul adalah dengan menekankan kepada semua guru, agar mendidik siswa
berdasarkan cinta, kasih, dan sayang. Jika semua guru telah mampu menunjukkan
cintanya kepada siswa, tentu kepercayaan para orang tua terhadap guru dan
sekolah akan semakin bertambah (halaman
59).
Terapkan kiat-kiat sederhana
Guru perlu mencoba banyak cara
untuk memoles dan mewarnai hubungannya dengan anak. Sebab, ada beragam karakter
anak. Misalanya, ada anak yang suka diberi hadiah, tapi belum tentu suka jika
diberi pujian. Demikian juga, ada anak yang mungkin lebih suka ditemani
mengobrol ketimbang dibantu pekerjaannya. Itu semua menegaskan bahwa guru harus
mencari cara-cara khusus yang disukai anak (halaman 59).
Istimewakan setiap anak
Ada beberapa riwayat yang dapat kita
jadikan rujukan tentang bagaimana Rasulullah saw. tatkala berinteraksi dengan
anak-anak. Dalam berkomunikasi dengan anak-anak, Rasul juga selalu berupaya
mengistimewakan mereka, bahkan pernah pula bermain peran dengan anak-anak itu.
Sebagai contoh, suatu ketika Rasulullah saw. menggendong Hasan dan Husain di
atas pundak beliau sambil berucap: “Sebaik-baik penunggang kuda adalah mereka
berdua, dan ayah mereka lebih baik dari mereka.” (H.R. Tabrani) (halaman 62).
Curahkan perhatian, berilah
hadiah
Ada pula sebuah riwayat lain
tentang interaksi Rasulullah dengan anak-anak kecil. Suatu ketika Rasulullah
saw. membariskan Abdullah, Ubaidillah, dan beberapa anak paman beliau, Abbas
r.a. Setelah itu Rasul bersabda: “ ’Siapa yang paling dahulu sampai
kepadaku, ia akan kuberi ini dan itu (hadiah).’ Lalu, mereka saling berlomba
untuk sampai lebih dahulu kepada beliau, dan mereka sama-sama menubruk punggung
dan dada beliau, lalu beliau mencium dan memeluk mereka.” (H.R. Ahmad)
(halaman 65).
Bantulah kesulitan mereka
Guru membantu murid dengan
memberikan ‘kunci’ atau ‘kail’ yang dapat digunakan oleh siswa menyelesaikan
masalah, bukan dengan langsung turun tangan menyelesaikan masalah itu sendiri (halaman 69).
Obrallah pujian
Pada dasarnya, setiap anak suka
dipuji. Kebutuhan anak akan pujian lebih besar dibandingkan orang dewasa
(halaman 71).
Tanggapilah obrolan ‘tak
berguna’ mereka
Tak mengapa bila guru menanggapi
omongan anak-anak yang ceplas-ceplos itu dengan tanggapan yang ceplas-ceplos
juga. Asal, tanggapan yang disampaikan itu masih ada dalam koridor akhlak yang
terjaga, baik dari sisi cara berbicara atau pun isi pembicaraan itu. Guru harus
menghindari perilaku-perilaku buruk seperti mengumpat, berbohong, berdusta,
menyebut anak dengan gelar atau sebutan yang jelek, atau bahkan mengucapkan
kata-kata kotor (halaman 75).
Jangan lupakan sentuhan fisik
Mendekap, mengelus kepala,
menggandeng tangan, atau memberi tepukan di bahu tanda bangga, merupakan
hal-hal yang lazim dirasakan sebagai bentuk kasih sayang orang dewasa bagi
anak-anak. Lebih-lebih bagi anak seusia TK atau SD tahun-tahun awal. Guru harus
melakukan sikap-sikap itu kapan pun di mana, tatkala berinetraksi dengan siswa
(halaman 78).
Hadirkan mereka dalam doa
Guru adalah ‘orang tua kedua’
bagi anak. Maka, hendaknya guru memang berusaha untuk itu. Maksudnya, guru
perlu melakukan hal-hal sebagaimana dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
Satu contoh adalah mendoakan anak secara rahasia, tiada yag tahu termasuk anak
yang didoakan (halaman 80).
***
Demikianlah beberapa point pada
buku ini. Sebagai guru, menyemai kasih, cinta, dan sayang adalah bentuk hal
yang harus diusahakan. Lebih-lebih bila guru menginginkan generasi lebih baik.
Maka dari itu, untuk melakukan semacam hal itu, guru mulailah mencintai
pekerjaanya. Gunakanlah profesi guru sebagai ladang untuk meraup pahala.
Selayaknya guru, maka selayaknya
pula untuk menggunakan profesi itu menjadi benar-benar guru. Dan tidak lupa,
point di atas hanyalah sekedar point. Ada masih banyak point yang layak untuk
kita sisipkan. Sekarang tinggal guru tersebutlah yang menyisipkannya. Mari jadi
guru yang keren. Biasanya guru yang keren sangatlah disukai siswa. Bukan
begitu?
0 Comments
Berbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^