Ticker

6/recent/ticker-posts

[Nostalgia] Hal-hal yang Tidak Terlupakan Saat Sekolah



Tiba-tiba saja saya kangen dengan suasana sekolah. Itu semua penyebabnya ketika saya membaca buku yang berapa hari lalu saya beli. Indahnya lagi, buku ini bukan hanya bercerita tentang pengalamannya selama sekolah, buku ini juga mengajarkan tentang maknanya saling menghargai atau mendukung satu sama lain. Pentingnya lagi, buku ini mengajarkan bagaimana seharusnya kita berbicara. Karena sebuah kata yang terucap, bisa saja bernilai positif dan negatif hingga nantinya.

Dan berikut penampakan buku yang membuat saya kangen saat sekolah.


Jujur, saya pribadi yang tidak percaya diri. Ada sesuatu kondisi yang tidak bisa saya ceritakan pada teman-teman. Cukup saja orang di sekitar yang tahu bagaimana saya. Saya juga bukan siswa yang tenar di mana pun bersekolah. Sebab, seperti yang saya katakan tadi, saya termasuk orang yang tidak percaya diri. Tipe orang semacam ini sebenarnya sangatlah sulit untuk berkembang. Hingga saat ini, saya menyadari betul tentang hal itu. Maka dari itu, sekarang pun saya masih tetap diam ditempat – tidak mengalami perkembangan yang luar biasa.

Kendati demikian, sekolah menyebabkan saya mulai mengalami perubahan. Itu cuma sedikit. Tapi tidak masalah menurut saya pribadi. Mungkin, keluarga saya akan mempermasalahkan hal itu karena hidup itu butuh perkembangan yang pesat guna menyambung hidup. Namun, apalah daya. Inilah saya.

Baiklah. Saya rasa, saya terlalu jauh untuk membahas yang akan saya bahas di sini. Cukup sampai di sini saja. Saya tidak ingin memperpanjang luka yang mungkin saja ingin saya hilangkan untuk selama-lamanya, namun masih menempel dengan sangat kuatnya. Hingga akhirnya, saya akan berbelok dan mengambil ancang-ancang untuk mengenang masa sekolah dulu. Masa ini berlaku berkisaran saat saya SD hingga SMA. Dan berikut kenangan yang masih saya ingat.

Perumahan untuk guru. 
Perumahan ini masih langgeng sampai sekarang. 
Hanya berubah beberapa saja.
Pohon beringin di lapangan sekolah. Waktu saya SD baru di tanam. 
Dan sekarang, tumbuh menjulang tinggi.

Membersihkan kuku

Saya tergolong anak yang lumayan cepat menyerap pelajaran, walau kenyataannya ada beberapa pelajaran yang tidak saya mengerti. Maka dari itu, sebelum saya masuk SD saya sudah bisa baca. Ini murni karenan kegigihan kakak saya untuk membimbing saya belajar. Tidak usa dibayangkan bagaimana proses belajarnya. Karena dulu, semasa SD kampung saya bisa dikatakan terbelakang. Tidak ada listrik, hutan yang masih rimba hingga lain-lainnya. Walau demikian, bersyukurnya ada sekolah yang dibangun di kampung saya.

Kolam ini masih awet sampai sekarang. 
Logo nama sekolah juga masih. Sayang, dulu ukuran kolam ini lebih besar. 
Sekarang ditutup. Dibiarkan hanya sedikit, dan tidak diairi.

Lanjut ke masa saat sudah mulai sekolah. Saat SD kelas 1 dan 2, ada guru saya yang tegas dalam mendidik. Namanya Pak Junaidi. Semoga beliau sehat selalu. Tiap masuk kelas, atau sesudah keluar main, ada dua hal yang beliau lakukan pada siswanya. Pertama, memeriksa kebersihan kuku. Kedua, membaca. 

Nah, karena dua hal ini, saya dan teman-teman biasanya selalu membersihkan kuku terlebih dahulu. Jika lupa di rumah, maka kami akan bergegas membersihkan kuku kami di kolam kecil di depan kelas. Kebetulan, sekolah kami ada kolam kecil untuk menampung air. Kolam kecil ini biasanya kotor, bahkan kodok pun berkembang biak di sini. Selain itu, kami tidak lupa pula bergegas mengambil sapu lidi lalu meruncingkannya menggunakan tangan. Setelah itu, kami mulai membersihkan kuku kami.

Bagi teman yang kukunya kotor, sapu lidi berapa biji atau kayu akan siap dihentakkan di tangan kami. Saya juga pernah merasakan hal itu. Berikutnya, kalau sudah demikian, guru saya akan membagikan kami buku bacaan yang biasanya akan dibacakan oleh kami satu per satu (bergantian).

Pembagian

Jujur, mungkin saya termasuk orang yang sulit mengerti matematika. Makanya, saat SD dari kelas 1, 2, 3, dan 4 nilai matemaika saya kurang. Bahkan, saya pernah mendapatkan nilai 5. Bukankah nilai 5 dikatakan nilai merah jaman dulu? Makanya, ada guru yang menggunakan tinta merah di rapor kalau ada siswa yang dapat nilai 5.

Salah satu perhitungan yang tidak saya bisa adalah pembagian. Entah kenapa. Bagian ini sangat tidak bisa saya cerna. Namun, seiring waktu, tepatnya saat kelas 4, guru saya Pak Junaidi (dulu 1 guru bisa mengajar beberapa kelas), menggunakan tehnik sederhana sehingga saya mengerti. Kenapa saya bisa mengerti? Jadi, tahap awalnya, beliau memulangkan anak dengan cara/tehnik yang luar biasa. Jika jam sudah menunjukkan jam 10, maka beliau akan menerapkan tehnik siapa yang bisa dia yang pulang. Maka dari itu, biasanya beliau menyoalkan siswa dengan penjumlahan, perkalian, pengurangan dan pembagian. Siapa yang bisa jawab, maka dia yang pulang duluan. Saat itu, kebetulan saya udah menjawab soal perkalian. Namun,  saya belum pulang sungguhan. Saya masih tetap di pintu kelas sambil menunggu teman. Saat soal pembagian diucapkan beliau, saya mendengarkan dengan teliti. Saat itu, kalau tidak salah beliau berucap seperti ini, “Empat dibagi dua sama dengan berapa? Kalau kalian tidak bisa, coba seperti ini, kalian memiliki 2 buah mangga, kemudan kalian bagi ke 2 orang. Jadi, sama-sama berapa?”

Catatan: materi pelajaran dulu dan sekarang sangatlah berbeda. Anak-anak dulu juga diajarkan dengan bahasa daerah yang mudah dimengerti. Jadi, yang saya contohkan di atas hanyalah permisalan supaya kalian paham.

Dan, sejak itu, saya menjadi lihai dalam membagi. Kalau sekarang, perlu coret-coret dulu. Hehe.

Di Hukum Berdiri

Sekolah dulu, di hukum adalah hal biasa. Kalau tidak mengerjakan tugas ya siap-siap dihukum. Dulu, guru tidak segan-segan memukul siswa menggunakan penggaris yang biasa digunakan untuk menggaris di papan tulis, atau digunakan penunjuk huruf di papan tulis. Dengan hukuman, kadang bikin takut namun efeknya membuat kita disiplin. Kalau sekarang? Guru takut, bisa-bisa masuk penjara.

Terkait hukuman, saya pernah dihukum saat SD kelas 6. Saat itu saya buat kesalahan sama teman-teman. Kami mencoba membuka nilai kami saat rapor di letakkan di atas meja guru. Saat ketahuan, kami harus berdiri dengan menaikkan kaki. Padahal, saat pembagian rapor itu saya mendapatkan rangking 1. Dan, itu merupakan pertama kali saya mendapat rangking 1. Terharu mengingat itu.


Apalagi, ya? Kayaknya cukup dulu, ya. Nanti akan saya lanjutkan di post berikutnya. Takutnya, teman-teman malas baca uraian ini saking panjangnya. Baiklah, semoga ini bermanfaat dan membuat teman-tema juga ingat saat-saat sekolah. Semua ini adalah bentuk proses. Jadi, mari kenang saat-saat sekolah dengan baik.


Reactions

Post a Comment

0 Comments