Ticker

6/recent/ticker-posts

Permasalahan Siswa SMP yang Kompleks

Ketika seusia SMP lebih mempermasalahkan pacaran ketimbang belajar.
Apa ini sebuah pergeseran pemahaman?


Remaja memang sejatinya banyak melakukan yang namanya eksperimen. Mulai eksperimen dari dirinya hingga lain. Jika diteliti lebih lanjut, eksperimen memang sangatlah baik. Namun nyatanya, itu malah sebaliknya. Sangat disayangkan, bukan?

Anggap saja saya berlebihan untuk menyikapi hal ini. Tapi sekiranya, ijinkan saya untuk menguraikan hal yang menurut saya dikalangan anak SMP sudah mulai kelewatan batas. Berikut uraian saya, atau mungkin saja bisa dikatakan cerita.

Rabu (23/08), saya benar-benar marah walau itu hanya sebentar. Kemarahan saya tersulut ketika 3 siswi saya ada yang menggunakan gincu merah. Bagi saya, gincu merah dikalangan anak SMP belum pantas mengingat usia mereka. Tersulutnya saya karena tidak ada perubahan sama sekali yang terjadi di siswi tersebut. Sebagi guru, ada batasan yang memang diberikan kepada semua siswa, tidak terkecuali dengan mereka. Biasanya guru memberikan peringatan 3 kali kepada siswa. Jika itu tidak digubris, maka wajar saya marah?

Tidak dipungkiri, saya memahami bagaimana seusia anak SMP. Saya benar-benar memahami. Tapi sayang, pemberian nasihat kepada anak SMP memang sangat-sangat dibutuhkan kesabaran. Ada banyak siswa yang memang tidak peduli tentang nasihat. Terkait gincu merah, di sekolah saya memang lagi ngetren siswi menggunakan gincu merah. Hampir semua kelas yang saya ajar, 1 atau 3 siswi menggunakan gincu merah.

Wajarkah? Sebelumnya, saya sudah mengatakan kalau saya memahami bagaimana anak seusai SMP. Jika siswi berdandan, itu hal yang wajar. Namun jika menggunakan gincu merah? Jujur, saya lebih suka melihat siswi berdandan ala kadarnya atau simpel. Tapi ini? Dengan hal ini saya sering mengatakan kalau siswi tersebut bukan terlihat seperti anak remaja pada umumnya, melainkan tante-tante yang suka ke pasar. Mungkin, perkataan saya sangat kasar. Namun dilihat dari nasihat yang saya atau teman-teman guru lain berikan tidak digubris, apa kami harus diam?

Sulit. Sekarang inilah gambaran saya. Walau saya sudah marah, tapi sebagian siswi tersebut masih tidak mengindahkan nasihat saya. Jadi, sebagai guru apa yang saya lakukan? Untuk saat ini mungkin saya akan mengabaikannya, atau memberikan cap di siswit bahwa mereka adalah siswi yang sulit diatur. Kenapa demikian? Saya termasuk guru yang selalu mengatakan apa yang saya pikirkan. Jika saya tidak suka, maka saya akan mengatakan saya tidak suka. Pemarah? Mungkin saya akan diangap demikian oleh siswa. Tapi jujur, saya tidak akan sampai setega itu kepada siswa.

Entahlah, saya juga tidak mengerti terhadap sisiwa yang memang sangat sulit diatur. Mungkinkah mereka kebal dengan amarah? Mungkin saja jika dilihat dari segi emosional orangtua mereka. Jadi, amarah simpel yang saya atau teman-teman guru lain lakukan sudah dianggap tong kosong. Sangat-sangat disayangkan bukan?

Sebagi guru, banyak cara yag dilakukan untuk menyadarkan siswa. Namun, efek dari semua itu belumlah terlihat. Kadang, saya dan teman-teman guru lainnya merasa sakit hati. Mungkinkah memang seperti itu? Bila dilihat dari pola pikir mereka, ada beberapa yang menjadi penyakit mereka antara lain:

1.       Pengaruh lingkungan. Kebanyakan mereka bermain dengan usia di atasnya.
2.       Tontonan. Acara-acara di tv sangatlah berpengaruh buruk terhadap mereka. Terutama pacara yang dikategorikan remaja, namun terlalu sering membahas tentang pacaran, teman makan teman, dllnya.
3.       Anggapan tentang usia mereka harus pacaran. Sehingga permasalahan tentang pacara lebih dominan ketimbang belajar.
4.       Tingkat ingin belajar mereka rendah sehingga banyak pengetahuan mereka tentang hal-hal dasar tidak ada.
5.       Perhatian orangtua mereka terhadap dunia pendidikan masih rendah.
6.       Dan masih banyak lainnya.

Terkait tentang permasalah ini, ada beberapa point memang yang sekarang terjadi. Namun yang lebih menjolok dan sering di atasi adalah tentang pacaran dan dandanan. Maka dari itu, trend gincu merah pada siswi terjadi. Dan inlah yang menjadi sorotan saya.

Terkait denga ponit lainnya, sudah tahun-tahun sebelumnya memang terjadi. Jadi, hal itu adalah hal klasik yang memang belum bisa terpecahkan. Lalu bagaimana tindaklanjutnya? Di sekolah saya terus merundingkan dan sudah menindaki hal itu. Namun sekali lagi, era digital di usia anak SMP memang sulit merubahnya. Maka dari itu, peran lingkungan dan orangtua seharusnya mendukung, mengingat perubahan seuisa anak SMP sangatlah buruk.

Dan... sepertinya masih banyak hal-hal permasalahan di usia anak SMP. Tapi mungkin, hanya inilah yang saya uraikan terlebih dahulu.

O ya, jika ada kesalahan dalam tulisan ini silahkan diberikan kritik dan saran. Atau, teman-teman menganggap ini tidak cocok dengan judul, silahkan tegur saya. Sangat diperbolehkan.


Reactions

Post a Comment

2 Comments

Berbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^