Ticker

6/recent/ticker-posts

Proses Awal Sebelum Punya Laptop

Menulis memang bisa dikatakan rada-rada susah. Kadang bingung mau nulis apa. Kadang juga ide banyak. Tapi sayang, saat menulis semua terasa hilang – baru setengah nulis, langsung bingung. Tidak semua sih seperti itu, kadang banyak orang yang pandai sekali menulis. Mungkin, mereka memiliki target. Begitu juga denganku, sempat bikin target untuk nulis. Misal di blog. Aku ingin satu hari itu satu postingan. Sayang, itu hanya sebuah harapan semata. Memang benar satu hari itu bisa posting satu. Bahkan bisa lebih dari satu. Yang miris itu, ketika hari-hari berlalu tidak ada satu pun postingan. Menyedihkan memang. Namun begitulah mood menulis. Memang hal lumrah dalam dunia tulis menulis. 

Sengaja dibalik. Ini cuma teaser semata. ^^

Terkait hal itu, tulisan ini juga pengen aku tulis sejak dua hari yang lalu. Lantaran, beberapa blog selalu menyugukan tentang barang yang dimilikinya. Merasa iri, aku pun berniat untuk menulis hal itu. Tapi, lagi-lagi mood yang semula kenceng tiba-tiba kendor saat bingung harus dimulai dari mana. Akhirnya, pada kesempatan ini bisa mulai.

Barang apa yang kumaksud? Ini lebih tepat ke barang yang selalu didambakan anak desa setingkat SMP, SMA, atau kuliahan. Karena dengan barang ini, berasa memiliki level yang lebih tinggi (dulu). Tapi sekarang, level itu kayaknya tidak ada ukuran lagi. Soalnya, barang ini banyak yang sudah memilikinya. Para TKI/TKW saja sudah punya. Jadi, barang ini bisa dikatakan bukan barang mewah lagi.
Laptop! Ya, ini yang aku maksud. Sebenarnya, yang aku punya laptop, lebih tepatnya note book. Kan, laptop itu ukurannya besar dan ada piringan CDnya. Sedangkan note book, ukurannya lebih kecil. Namun setipe awam, itu sama saja. Tetap saja dipanggil laptop. Tidak masalah sih. Soalnya fungsinya sama. Yang bedakan cuma ukuran dan ada rak piringannya saja. Simple banget, kan, ya….
Baiklah. Saatnya aku mengurus iri ini. Supaya rasa iri ini bisa ilang. Jelasnya, supaya terlihat mirip dengan beberapa blog yang selalu me-review laptop milik mereka. Aku beranggapan, mereka begitu suka cita dengan yang dimilikinya. Lantas, apa aku harus diam? Rasanya tidak. Untuk itulah tulisan ini mulai aku buat.
Panggil saja laptop. Soalnya, kalau tulis note book lebih ribet. Tapi yang pasti, aku memiliki note book. Aku memilikinya saat kuliah dulu. Tepatnya saat semester 5. Jujur, keinginan punya laptop terbesit saat tugas kuliah sangat banyak. Awalnya memang tidak apa-apa karena kebanyakan tugas kuliah itu mengandalkan tulisan. Tapi seiring waktu, tugas semakin banyak. Dan apabila aku terus saja menulis, bisa-bisa tulisanku semakin bagus. Eh, maksudku tanganku bisa cidera saking seringnya bergerak di atas kertas. Makanya, aku pun mulai membuat tugas dengan komputer. Pada saat kuliah dulu, memang memilik laptop ibarat sebuah barang yang mewah. Jadi, jarang yang punya. Yang banyak sih komputer. Tapi ya itu, komputer dulu tidak sekeren komputer sekarang. Apa aku bisa menggunakan komputer? Tidak. Tidak sama sekali. Waktu SMA pernah belajar, tapi ya itu, 1 komputer terdiri dari 5 atau 7 orang yang megang. Aku yang jujurnya seorang pemalu, tentu tidak pernah kebagian. Lantas bagaimana caranya?
Lanjut. Supaya terlihat lebih keren, aku memang niat harus buat tugas dengan komputer. Niat itu walaupun ujung-ujungnya nulis juga. Tapi setidaknya, hasil akhir dari tugasku bisa layak dibaca dengan sangat nyaman. Maksudku, saat buat tugas aku pakai tangan untuk membuatnya. Setelah jadi, ada teman yang punya komputer yang mengetikkan. Dengan hasil, ya itu, pekerjaanku sedikit dimodifikasi. Tidak apa-apa sih, yang penting tugas bisa selesai. Bukankah ini yang dikatakan simbiosis mutualisme?
Seiring waktu, tidak mungkin kan aku terus jadi parasit di teman. Akhirnya, hasrat punya laptop kembali muncul lagi. Setelah berbicara ke orangtua, bukannnya mendapat sambutan hangat, malah sebaliknya. Maklum, kondisi keuangan keluarga memang sangat lemah. Akhirnya, hanya bisa menelan ludah doang. Tidak bisa apa-apa lagi. Biarkan masa kuliah tetap berjalan.
Seburuk apa pun keadaan, pasti setiap orang ingin merubahnya. Mungkin, itulah gambaran yang aku pun ingin ubah. Aku pun sudah tidak se-parasit sebelumnya. Aku dan teman (sama-sama tidak punya laptop) memutuskan untuk membuat tugas di rental. Ini sih bertujuan untuk diam-diam mau kursus begitu. Jadinya, sebenarnya walau niat buat tugas. Toh, tidak pernah selesai. Ujung-ujungnya buat tugas pakai tangan lagi. Tapi setidaknya, tanganku sudah tidak gemetar lagi saat megang keyboard. Ketahuan ya aku begitu gaptek.
Ke rental terus menerus. Tidak peduli berapa jam di sana. Tidak peduli berapa kali memanggil penjaga rental. Yang penting, aku belajar. Titik. Prinsipnya, kalau rusak tidak apa-apa yang penting bukan punyaku. Prinsip yang tidak patut dicontoh. Sangat miris memang. Tapi setidaknya berusaha untuk bisa, ya, dicontoh. Iya, kan? (abaikan!)
Alhasil? Semua memang butuh proses. Benar kata orang, hanya waktu yang menentukkan semuanya. Dari proses ini, akhirnya sekarang bisa menguasai laptop walaupun tidak hebat-hebat banget. Setidaknya, dengan ini ada kepercayaan dari orang lain. Aku bisa megang pelajaran TIK dan menjadi operartor.
Bagaimana? Apa kisah ini penting? Wahaha… aku rasa tidak, ya. Sekian dulu ya. Sebenarnya, aku ingin menceritakan fase-fase saat sudah punya laptop dan bagaimana kondisi laptopku sekarang. Next time saja ya. Kalau penasaran, ini aku berikan teaser-nya dulu: kondisi laptopku sekarang mengenaskan. Di gambar, hanya tipuan semata. (dramatisir).
Sekian, ya. Maklum hari Jumat, saatnya mengejar pahala.
Reactions

Post a Comment

0 Comments