Berharap, sama dengan sakit hati - Berharap. Cukup satu kata. Hal ini
kerap dialami orang. Karena dengan demikian, setidaknya ada jalan keluar untuk
menenangkan hati – sementara. Sementara? Iya, memang hanya sementara. Bahkan,
bisa dikatakan sekejap. Walaupun demikian, sekali lagi, setidaknya bisa
menenangkan hati. Bagaimana jika tidak ada harapan, pasti setiap orang akan
gusar, bingung, dan akhirnya akan lari sekencang mungkin. Saat lihat jurang
yang tinggi, bisa jadi akan terjun. Dan untungnya, jika jurang itu ada kasur
empuk yang tebalnya berapa sentimeter. Selamat, kalian termasuk orang yang
tidak bunuh diri. Eh. *_^
Baiklah. Lupakan yang tidak
penting yang disisipkan tadi. Yang pasti, setiap orang bisa berharap. Berharap itu
gratis. Jadi, bebas siapa pun boleh berharap. Namun, berharap juga punya
ketentuan. Misal seperti ini. Jika berharap menjadi orang terkenal, sebaiknya
bercermin dulu. Apakah kita termasuk yang layak terkenal? Jika tidak termasuk,
maka lupakan harapan itu. Eh, misal yang di atas terlalu tinggi ya…. Atau
begini saja. Misalnya kita beralih ke lingkaran asmara saja. Di mana,
kita/kalian pernah berharap ke seseorang. Seseorang itu munurut kalian sangat
baik dan pokoknya super super yang ingin kalian miliki. Nah, si ‘dia’ juga
merespon baik. Kalau dalam kategori ini bisia dikataka pe-de-ka-te. Nah, pas si
dia juga melayani baik. Jangan berpikir negatif ya… maksudnya, merespon baik. Sempat
cerita-cerita, tawa-tawa bersama. Tentu dong kalian pasti berharap. Bahkan di
dalam hati berkata, “Pasti dia suka aku.”
Kalau sudah berpikir seperti itu,
layak pula untuk berharap. Kalau sudah demikian, maka siap-siap untuk hisap
permen nano-nano. Karena pasti rasanya rame banget. Nah, kalau terjadi semacam
itu, maka… siap-siap untuk sakit hati. Bukan itu sih pastinya. Berharap itu
sebenarnya sama dengan teori peluang. Sederhanya sih, seperti dua sisi kepingan
uang. Kalau tidak garuda. Ya, pasti bunga melati. Jadi… bisa dipahmi, kan?
Huah… ini apaan sih? Tidak bermutu
banget, ya? Sebenarnya, ingin menyampaikan saja tentang harap. Berharap itu
boleh saja. Asal, lihat situasi dan kondisinya. Karena seperti judulnya,
berharap itu sama dengan sakit hati. Kadang. Bukan, bukan kadang sih. Itu pasti.
Biasanya bila orang sering berharap pasti sering kecewa. Makanya, siapkan
mental jika menjadi orang pengharap. Mental? Apa cukup? Tidak cukup sih. Yang pasti,
tebalkan iman. Supaya segala sesuatu itu bisa dinetralkan.
Masih bingung dengan tulisan ini?
Sama. Aku saja yang nulis juga bingung. Catatannya sih… jangan berharap ke
orang alias manusia. Bisa mendatangkan segala macam penyakit. Sakit hati,
cemburu, dendam, iri, dan sebagainya. Sakit macam ini sulit sekali obatnya. Bahkan
tidak dijual di apotik terdekat (di rumahku tidak ada apotik). Kalau sakit,
beli di mana? Ya… kadang-kadang jarang sakit,. Wuhaha… kayak sakit dikontrol
aja. Hai, ini hanya isapan jempol saja. Tidak ada isinya. Apaan sih?
Kalian bisa paham, kan? Berharap itu
sewajarnya saja. Jadi, selamat menata hidup lebih baik lagi. Usahakan setiap
hari merubah hidup lebih baik. Baik, baik, dan lebih baik. Tidak mau kan
menjadi orang yang merugi?
Hai, jangan hasal nasihat, ngaca
dulu. Iya. Aku tahu. Aku juga tidak tergolong manusia yang baik. Bahkan dikaegorikan
manusia tanpa dosa. Dosaku banyak. Kayak busa. Eh, tepatnya debu sih. Tapi walaupun
demikian, aku siap untuk mengubah lebih baik. Walaupun… ya, susah juga. Tapi,
harus tetap semangat. Demi masa depan cerah. Eh, apa tidak terlambat? Ingat usia!
Hiks… sedih. Sedih karena usia? Bukan!
Ini karena ngelanturnya sampai panjang gini. Baiklah. Cukup. Semoga kalian
paham yang aku masuk. Mari berharap kepada yang Memberi Segalanya.
0 Comments
Berbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^