Ticker

6/recent/ticker-posts

Kumpulan Puisi

Dulu pernah jatuh cinta dengan puisi. Sampai rela googling larut malam dan menyimpannya. Bukan hanya itu saja, pernah mencoba belajar. Mulai nulis di buku, HP, hingga mencoba menulis di laptop. Kemudian, entah datang dari mana keberanian untuk kirim puisi ke media. Hingga akhirnya putus di tengah jalan karena tidak ada satu pun dimuat media. Pasrah. Ditinggalkan. Kini puisi itu masih mengendap di laptop.


Tanpa terasa, waktu berlalu. Rasanya ingin kembali membuka kenangan lama. Hingga pada titik ini, memberanikan untuk mem-post-nya. Selamat membaca, semoga mengerti dengan kekurangan puisi ini.



^_^

Sajak Tokohku
Di bawah naungan sejuk
Aku melagu tentang secuil pasir anti karat 
yang menempel pada darahku
Merasa tinggi dari pohon kemangi
yang mengeluarkan wangi khas
Merasa kaya dari perut bumi
yang mengeluarkan unsur-unsur hara

Dan itulah gambaran
alur tentang diriku
Yang tak pernah menganggap diri hina
Walu meminum  teh api
membara di usus per waktu
Yang tak pernah menganggap diri tak suci
Walu menggerayangi tubuh
muda di setiap minggu

Sungguh aku dalam gila
Namun menyenangkan.
Pancor, 12/05/2012

Aku dan Waktu
/1/
Waktu sudah ku lamar
Dan ia pun mau
Aku bahagia setengah mati
Bagaimana tidak?
Coba fikirkan?
Aku telah memiliki waktu!
Jadi, aku bisa menggauli waktu
Membiarkan kromosom XY-ku bersatu
Agar dengan mudahnya aku
Merajut mimpi ke depan.
/2/
Aku sekarang berdampingan dengan waktu
Bergeser genit, menggoda waktu
Dan waktu pun tersenyum
Aku pun tersenyum membalas
Bagaimana tidak?
Coba fkirkan?
Aku telah dengan waktu!
Jadi, aku bisa mengatur waktu
Untuk merangkai masa depan
Penuh kerlingan manja bintang.
/3/
Aku kini sah dengan waktu
Membuat aku melambung
Dan waktu pun tersipu malu
Aku tersenyum kecil
Bagaiman tidak begitu?
Coba fikirkan?
Sebab aku merayu dengan puisi-puisi!
Jadi, aku berhak memilih trik
Agar waktu bisa ku rangkai terus.
/4/
Dan sungguh…
Itu yang ku mau
Bahagia bukan?
Pancor, 17/05/2012

Memujimu
Indahnya kata
Yang ku rangkai dalam pucuk
puisi yang bertajuk rindu
Kulayangkan hanya untuk
memuji dirimu yang elok
Sebab, semerbak wangi pagi itu
Telah berevolusi menjadi
wangi yang ku cicipi
sampai terukir sebuah nama di Tahta-Nya.
Depan rumah sakit, 04/05/2012

Rumah Baru
Kurasakan dinding-dinding rumahku menyempit.
Hitam menggelap tanpa ada cahaya lilin-lilin kecil menyala.
Hanya ada ruang kosong yang menyesak.
Bahkan aku tak bisa bergerak karena ikatan putih melingkar seperti cincin di tubuhku.
Lunglai begitu rapuh tanpa ada energi lemak pun tersimpan.
Semua terasa telah terurai menjadi makanan lezat
untuk cacing-cacing tanah yang tak mengerti akan sebuah keutuhan.

Mataku teteap saja terjahit kuat.
Tak bisa bergerak.
Sedangkan telingaku masih peka mendengar deruan suara yang menyebut namaku.
Suara itu sangat kukenal sekali.
Suara yang tiap waktu datang berkumandang mengingatkan aku untuk sholat, membaca Al-Qur’an dan memerintahkanku sekali duakali.
Namun sayang, semua itu hanya bisa kukerjakan sebagian saja.
Suara itu adalah ibuku.
Ibu yang selalu menyiapiku alarm di bibir manisnya untuk aku dengar.
Ibu yang selalu menjadi wonder girl saat aku membutuhkannya.
Ibu yang selalu menjadi bintang saat gelap menyelimuti mata hatiku.

Tapi, entah apa yang terjadi pada diriku.
Aku tak bisa memanggil.
Mulutku terasa kaku, berat dan ter-magnet kuat.
Kucoba bangun dari rumahku yang kecil
Namun terhalang oleh bambu-bambu yang memagariku.
Kuat dan tak bisa dikoyahkan.
Aku merasakan benar-benar tak berdaya.

Sedangkan suara di pintu rumahku semakin ramai.
Kudengar suara ustad yang dulu mengajarku membaca ayat-ayat suci dengan begitu merdunya.
Dan kudengar lagi suara-suara tetangga, sahabat, kakak dan keluargaku.
Mereka menangis.
Entah apa yang mereka tangisi.
Pancor, 25 oktober 2011

Gadis Kecilku
Gadis kecilku
Malam ini ayah sejenis dengan hujan
Melagu tentang kerinduan
Yang ingin menyapa tentang
aora-aora fana

Gadis kecilku
Detak waktu kini segaris dengan ayah
Perlahan menunjuk sayang
Yang semakin mengarah malam
Dan semakin memunjak

Gadis kecilku
Hembusan angin bermimpi
Persis dengan ayah
Mengecup sebuah angan
Yang ingin mengendus epidermis

Gadis kecilku
Di sekitar, selalu bersenyawa dengan ayah
Sebab, ayah dan sekitar
Berkolaborasi menghadapi kegalauan.
Pancor, 13/05/2012
Reactions

Post a Comment

0 Comments