Dulu pernah jatuh cinta dengan puisi. Sampai rela googling larut malam dan menyimpannya. Bukan hanya itu saja, pernah mencoba belajar. Mulai nulis di buku, HP, hingga mencoba menulis di laptop. Kemudian, entah datang dari mana keberanian untuk kirim puisi ke media. Hingga akhirnya putus di tengah jalan karena tidak ada satu pun dimuat media. Pasrah. Ditinggalkan. Kini puisi itu masih mengendap di laptop.
Tanpa terasa, waktu berlalu. Rasanya ingin kembali membuka kenangan lama. Hingga pada titik ini, memberanikan untuk mem-post-nya. Selamat membaca, semoga mengerti dengan kekurangan puisi ini.
^_^
Sajak
Tokohku
Di bawah naungan sejuk
Aku melagu tentang
secuil pasir anti karat
yang menempel pada
darahku
Merasa tinggi dari
pohon kemangi
yang mengeluarkan wangi
khas
Merasa kaya dari perut
bumi
yang mengeluarkan
unsur-unsur hara
Dan itulah gambaran
alur tentang diriku
Yang tak pernah
menganggap diri hina
Walu meminum teh api
membara di usus per
waktu
Yang tak pernah
menganggap diri tak suci
Walu menggerayangi
tubuh
muda di setiap minggu
Sungguh aku dalam gila
Namun menyenangkan.
Pancor, 12/05/2012
Aku
dan Waktu
/1/
Waktu sudah ku lamar
Dan ia pun mau
Aku bahagia setengah
mati
Bagaimana tidak?
Coba fikirkan?
Aku telah memiliki
waktu!
Jadi, aku bisa
menggauli waktu
Membiarkan kromosom
XY-ku bersatu
Agar dengan mudahnya
aku
Merajut mimpi ke depan.
/2/
Aku sekarang
berdampingan dengan waktu
Bergeser genit,
menggoda waktu
Dan waktu pun tersenyum
Aku pun tersenyum
membalas
Bagaimana tidak?
Coba fkirkan?
Aku telah dengan waktu!
Jadi, aku bisa mengatur
waktu
Untuk merangkai masa
depan
Penuh kerlingan manja
bintang.
/3/
Aku kini sah dengan
waktu
Membuat aku melambung
Dan waktu pun tersipu
malu
Aku tersenyum kecil
Bagaiman tidak begitu?
Coba fikirkan?
Sebab aku merayu dengan puisi-puisi!
Jadi, aku berhak
memilih trik
Agar waktu bisa ku
rangkai terus.
/4/
Dan sungguh…
Itu yang ku mau
Bahagia bukan?
Pancor, 17/05/2012
Memujimu
Indahnya kata
Yang ku rangkai dalam
pucuk
puisi yang bertajuk
rindu
Kulayangkan hanya untuk
memuji dirimu yang elok
Sebab, semerbak wangi
pagi itu
Telah berevolusi
menjadi
wangi yang ku cicipi
sampai terukir sebuah
nama di Tahta-Nya.
Depan rumah sakit,
04/05/2012
Rumah
Baru
Kurasakan
dinding-dinding rumahku menyempit.
Hitam
menggelap tanpa ada cahaya lilin-lilin kecil menyala.
Hanya
ada ruang kosong yang menyesak.
Bahkan
aku tak bisa bergerak karena ikatan putih melingkar seperti cincin di tubuhku.
Lunglai
begitu rapuh tanpa ada energi lemak pun tersimpan.
Semua
terasa telah terurai menjadi makanan lezat
untuk
cacing-cacing tanah yang tak mengerti akan sebuah keutuhan.
Mataku
teteap saja terjahit kuat.
Tak
bisa bergerak.
Sedangkan
telingaku masih peka mendengar deruan suara yang menyebut namaku.
Suara
itu sangat kukenal sekali.
Suara
yang tiap waktu datang berkumandang mengingatkan aku untuk sholat, membaca
Al-Qur’an dan memerintahkanku sekali duakali.
Namun
sayang, semua itu hanya bisa kukerjakan sebagian saja.
Suara
itu adalah ibuku.
Ibu
yang selalu menyiapiku alarm di bibir manisnya untuk aku dengar.
Ibu
yang selalu menjadi wonder girl saat
aku membutuhkannya.
Ibu
yang selalu menjadi bintang saat gelap menyelimuti mata hatiku.
Tapi,
entah apa yang terjadi pada diriku.
Aku
tak bisa memanggil.
Mulutku
terasa kaku, berat dan ter-magnet kuat.
Kucoba
bangun dari rumahku yang kecil
Namun
terhalang oleh bambu-bambu yang memagariku.
Kuat
dan tak bisa dikoyahkan.
Aku
merasakan benar-benar tak berdaya.
Sedangkan
suara di pintu rumahku semakin ramai.
Kudengar
suara ustad yang dulu mengajarku membaca ayat-ayat suci dengan begitu merdunya.
Dan
kudengar lagi suara-suara tetangga, sahabat, kakak dan keluargaku.
Mereka
menangis.
Entah
apa yang mereka tangisi.
Pancor,
25 oktober 2011
Gadis Kecilku
Gadis
kecilku
Malam
ini ayah sejenis dengan hujan
Melagu
tentang kerinduan
Yang
ingin menyapa tentang
aora-aora
fana
Gadis
kecilku
Detak
waktu kini segaris dengan ayah
Perlahan
menunjuk sayang
Yang
semakin mengarah malam
Dan
semakin memunjak
Gadis
kecilku
Hembusan
angin bermimpi
Persis
dengan ayah
Mengecup
sebuah angan
Yang
ingin mengendus epidermis
Gadis
kecilku
Di
sekitar, selalu bersenyawa dengan ayah
Sebab,
ayah dan sekitar
Berkolaborasi
menghadapi kegalauan.
Pancor,
13/05/2012
0 Comments
Berbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^