“Kau menangis?” Nobita memegang pundak Shizuka. Kepalanya
tertunduk seolah melihat keadaan Shizuka yang sedaritadi menunduk.
Shizuka menggeleng. Ia tersedu-sedu.
“Kau tersedu-sedu. Benar kau tidak menangis?”
Shizuka sekali lagi mengangguk. Berapa detik, ia mengangkat
kepalanya. Menghirup oksigen. Tangan kananya mengambil batu kerikil di
sampingnya, lalu melemparnya ke laut dengan setengah tenaganya.
“Tuh, kan, kau menangis.” Tangan Nobita mencoba mengusap air mata
Shizuka yang berjatuhan di wajah Shizuka.
“Aku tidak apa-apa.” Tangan kanan Shizuka menyetop tangan Nobita. Berdiri. “Kita pulang.”
#
Nobita tidak bisa diam di tempat duduknya. Tepatnya, ia gelisah.
Kepalanya kerap kali mengarah ke tempat duduk Shizuka, di belakanganya,
berjarak dua meja. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia masih ingat ucapan
Shizuka ketika ia meneleponnya tadi malam. Shizuka ingin sendiri. Tapi, sebagai
sahabat, ia tidak bisa diam melihat sahabatnya aneh dua hari ini: tiba-tiba
menangis, diam, dan melamun.
“Shizuka, kau kenapa?” suara menyapa Shizuka yang menidurkan
kepalanya di meja.
“Kau, Inuyasa.” Shizuka mengangkat kepala.
Inuyasa senyum.
Nobita melirik ke belakang.
“Hari-hari ini kau berbeda. Apa sesuatu terjadi pada kau?”
“Tidak.”
“Lalu?”
“Mungkin, kau tidak paham tentang ini.”
“Maksudmu?”
“Ah, lupakan saja.”
Inuyasa mengangguk. Meninggalkan Shizuka.
#
“Kau bicara kan dengan Shizuka tadi?” tanya Nobita menghampiri
Inuyasa yang duduk di kursi panjang depan kelas.
Inuyasa menoleh, berpaling dari smartphoennya yang baru saja ia buka internet. Ia mencari tentang
kesehatan untuk meningkatkan testeteron pada laki-laki. “Iya. Kenapa?”
“Kau mempertanyakan tentang keadaan Shizuka, kan?”
Inuyasa mengangguk. “Kau tahu?”
“Aku sih tidak dengar, tapi, aku merasa setiap teman pasti
bertanya tentang kondisi Shizuka. Akhir-akhir ini, tepatnya, dua hari ini,
Shizuka seperti bukan dirinya. Kau tahu kan, bagaimana Shizuka sebenarnya?”
Inuyasa mengangguk. “Tentu. Aku kan temannya juga.”
“Kira-kira kenapa, ya?”
“Kau kan sahabatnya.”
“Iya, aku tahu. Tapi, Shizuka tidak mau cerita.”
“Lalu?”
Nobita menatap senyum pada Inuyasa, kemudian menepak pundaknya.
“Tapi....” Inuyasa ragu. Ia paham dengan tatapan Nobita. Namun,
apa dengan ini akan bisa?
“Aku mengandalkanmu.” Berdiri kemudian masuk ke kelas.
Inuyasa menurunkan pundaknya diiringi dengan hentakan napasnya.
#
Inuyasa memperbaiki kacanya dengan tangan kirinya. Sedangkan
tangan kananya membuka halaman novel Dua Keping Cinta karya Madun Anwar yang
kemarin baru saja dibelinya. Ia serius.
“Maaf, kau menunggu lama?”
Inuyasa mendongak sedang. Shizuka berdiri di depannya, senyum.
“Tidak. Ayo duduk.” Menutup novelnya, lalu menggeser ke kiri.
“Tapi kok, jusnya sudah setengah begitu.”
Senyum. “Ini karena haus binggo.”
Shizuka duduk. Membuka tas selempangnya dan meletakkannya ke meja.
“Ada apa, Yas? Tumben ngajak ke restoran.”
“Ada rizki dari bokap.” Senyum lagi.
“Berarti boleh mesan banyak dong.”
Inuyasa mengangguk. “O ya, Shi.” Tangan kanan mengambil handphoen di saku celana. Membuka handphone. Mencari-cari. Ketemu. “Kau
masih ingat ini?” menyodorkan handphoen
ke arah Shizuka.
Shizuka yang baru saja membuka daftar menu melepas daftar menu
itu, dan mengambil handphoen Inuyasa.
“Delapan cara meningkatkan hormon testeteron.” Matanya melirik ke Inuyasa.
Melihat Inuyasa mengangguk cepat. “Kau benar mencari tentang itu?” Tidak
percaya.
“Tentu, Shi. Aku kan ingin menjadi laki-laki sejati.”
Shizuka senyum. “Kau bisa saja, Yas.” Shizuka ingat betul tentang
hormon testeteron itu. Tiga minggu yang lalu, ia mendengar keluhan Inuyasa yang
mengatakan ‘kalau ia adalah laki-laki yang lembek’. Jadi, atas dasar itu, ia
menyarankan Inuyasa untuk meningkatkan hormon testeteronnya. Dan nyatanya,
Inuyasa benar-benar mengikuti sarannya. “Sepertinya belum terlihat hasilnya.”
Inuyasa senyum. “Ini karena belum rutin saja.”
“Kau ada-ada saja, Yas.”
“Oke! Sekarang giliran kau.”
“Giliranku?” Menunjuk diri. Tidak mengerti. “Untuk hal apa?”
“Aku bercerita masalah peribadiku. Jadi, kuharap kau juga mau
berbagi. Adil, kan?”
“Kau berpikir kalau aku ada masalah?”
Inuyasa mengangguk.
Senyum. “Kau, Yas! Sungguh, aku tidak ada masalah apa-apa.”
“Kau pikir, kau bisa membohongiku.”
“Tapi, sungguh....”
“Shi.” Inuyasa menggerakkan tangannya, mendekap tangan Shizuka.
Kepalanya mengangguk. Sepasang matanya menatap, berharap ada celah rela yang
akan terjadi pada Shizuka. Maksudnya, dengan tatapan itu, Shizuka mau
bercerita.
Shizuka menarik tangannya. “Kau apa-apaan, Yas. Jadi, ini maksud
kau mengajakku jalan?”
“Bukan begitu.”
“Lalu?” Shizuka mulai tidak berselera dengan suasana ini. Ia bukan
tipe perempuan yang mudah beerbagi pada orang.
“Kau menganggap aku teman, kan? Jadi, kumohon, bila kau ada
masalah, kau boleh cerita padaku.”
“Kau semakin ngaur, Yas.” Tanganya mengais tas. Berdiri. “Aku
pergi.” Melangkah meninggalkan Inuyasa.
#
“Sepertinya aku menyerah, Bit.” Langsung membuang tubuh ke tempat
tidur Nobita setelah Nobita membukakan pintu kamar.
“Kau tidak berhasil?” Berdiri menatap Inuyasa yang menatap
langit-langit rumah.
“Kau seperti tidak tahu Shizuka saja. Dia tipe perempuan yang
sulit berbagi.”
Berjalan untuk duduk di tepi tempat tidur. “Karena aku tahu, makanya
aku minta bantuan pada kau.”
“Tapi aku menyerah.” Bangun dan memperbaiki posisi duduk.
“Seharusnya kau yang bertindak. Aku rasa, masalah Shizuka begitu besar. Makanya
ia tidak mau cerita.”
“Kurasa begitu.” Mengangguk-angguk.
#
Nobita merasa Shizuka semakin menjauh. Beberapa hari ini Shizuka
selalu menolak untuk pulang sekolah bersama. Padahal, ia ingin bertanya banyak
hal ke Shizuka. Terutama, tentang hari yang lalu, di pantai, kenapa Shizuka
menangis? Dan, yang membuat tidak tenang adalah Shizuka tidak mau cerita.
Sebagai sahabat, ia merasa tidak berhasil menjadi sahabat yang baik. Mungkin,
ia merasa begitu karena beberapa cara yang dilakukan agar Shizuka mau bicara selalu
berakhir gagal. Namun, kali ini ia tidak mau gagal lagi. Pokoknya, harus
berhasil.
“Shi....” Nobita duduk di samping Shizuka, di kelas.
“Hmm....” Shizuka serius membuka buku paket.
“Kamila mau buku baru. Bisa nggak temenin aku ke toko buku
sepulang sekolah?”
Gerakan tangan untuk membuka lembaran berikutnya terhenti. Menarik
napas. “Kau ingin membuat aku menangis lagi?” lirihnya.
“Aah....” Nobita tidak mendengar jelas ucapan lirih Shizuka.
Sekali lagi menarik napas. “Maaf, Bit. Hari ini aku ada kegiatan.”
“Kegiatan apa?”
“Bersemedi.”
“Bersemedi?” Kaget. “Sejak kapan?”
“Sejak kau jadian dengan Kamila.”
“Loh, kok begitu?”
“Ya... biar tenang saja. Aku ingin luangkan waktuku untuk
memperbaiki diri.”
Tertawa. Mengangguk-angguk. “Benar kau tidak mau menemaniku?”
Mengangguk, mantap.
“Aku rasa, kau menghindar dariku. O ya, apa ada kesalahanku yang
membuat kau begini?” Serius. Mata tajam ke arah Shizuka yang tetap menatap buku
paket.
Menoleh ke Nobita. Menatap lama. “Kau berpikir begitu?”
“Hmm....” Mengangguk-angguk.
“Itu pikiranmu saja. Sungguh, aku tidak ada masalah apa-apa.”
“Yakin?” Semakin menatap penuh harap.
Senyum. Mengangguk.
Gagal!
#
“Bit, ada sesuatu yang harus kau tahu,” ujar Inuyasa pada Nobita.
Mereka duduk di teras rumah Nobita. Ditemani secangkir teh dan sepiring kue.
“Apa ada hubungannya dengan Shizuka.”
“Iya!” Kedua tangan mulai sibuk membuka tas ransel. “Ini....”
Memberikan buku tulis pada Nobita setelah mengambilnya dari tas. “Ini buku
Shizuka yang diam-diam aku ambil di tasnya.”
“Lalu?”
Inuyasa bergegas membuka buku Shizuka. Menunjukkan hal yang ia temukan
di sana. “Lihat....”
Nobita mengambil buku dan mengamati tulisan di buku itu.
Hujan
lokal lagi. Jujur, aku tidak ingin seperti ini. Melihatnya dengan perempuan
lain mengiris hati. Oh, perih!
Apa salah
suka ke sahabat? Apa ...???
Tulisan di buku itu tidak tersambung. Nobita tertegun. Pikiran
menerawang.
“Aku rasa, ini penyebab Shizuka menangis,” ujar Inuyasa. “Bit,
sepertinya ....”
“Aku....” Memotong ucapan Inuyasa, namun tidak bisa menyambung kata-katanya
lagi. Ini tidak mungkin.
“Shizuka suka kau, Bit,” ujar Inuyasa lagi.
Nobita diam. Tubuhnya ambruk ke kursi. Akhirnya, misteri tangisan
Shizuka terkuak sudah. Oh, apa sahabat jadi cinta itu benar-benar tidak bisa
dihilangkan?
2 Comments
coba nama tokoh diganti deh. kesan pertama ada sizuka, doraemon jadi males. kalau di hai segmen pembaca remaja pria, usahakan tokoh utamanya pria, remaja.
ReplyDeletenggih mas. terima kasih sarannya. mungkin karena itu ya, ngk bisa nembus. ^_^
DeleteBerbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^