Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas diartikan mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan
kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan
kewibawaan, serta kejujuran. Dan, integritas[1]
adalah suatu konsep berkaitan dengan konsintensi dalam tindakan-tindakan,
nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip,
ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Sehingga, apabila
disederhanakan, integritas itu adalah sebuah tindakan yang menghasilkan sesuatu
yang baik.
Berbicara
mengenai integritas, dewasanya adalah sebuah harapan bagi setiap orang, tidak
terkecuali para pendidik. Untuk menciptakan sebuah integritas, ada sebuah
tindakan yang harus dilakukan bagi penggiat yang menginginkan hal itu. Dalam
terapan ini, tentu para pendidik harus mempersiapkan diri untuk menciptakannya.
Para
pendidik, terutama di sekolah alias guru (karena setengah hari dari kehidupan
generasi muda adalah sekolah), tentu sudah memiliki tindakan untuk menciptakan
hal itu. Namun, kadang kala semua usaha itu terlihat sia-sia. Penyebabnya
memang beragam. Sebagai seorang guru, jelas mengetahui hal itu. Jadi, dalam
uraian ini tidak perlu dipaparkan. Lalu, bagaimana caranya menciptakan itu?
Ada
sebuah pepatah yang mengatakan, ”tak kenal maka tak cinta, tak cinta maka
tak sayang.” Berkaitan tentang demikian, maka salah satu cara untuk
menciptakan hal itu adalah dengan menerapkan kata pepatah ini. Tentu, dalam
menerapkannya dibutuhkan yang namanya ‘kasih sayang’. Jadi, bisa disimpulkan
untuk menciptakan generasi muda yang berintegritas, maka dibutuhkan seorang
pendidik yang memiliki kasih sayang. Kenapa demikian? Karena seorang pendidik
yang memiliki kasih sayang, termasuk dalam; a) memiliki kelembutan hati, b)
memiliki kesabaran, c) memiliki kekuatan iman yang baik, d) pekerja keras,
dan, e) pantang menyerah.
Kategori
yang ada di atas merupakan point yang baik bagi para pendidik. Sebagaimana
penguraiannya di bawah ini:
a)
Memiliki Kelembutan Hati.
Seseorang yang berhanti lembut,
biasanya dalam bertutur kata akan memilih kata mana yang baik. Karena setiap
kata yang diucapkan bisa jadi akan menjadi bomerang bagi dirinya sendiri, atau
pemupuk rasa suka seseorang yang mendengarnya. Terlepas dari itu, sebuah ucapan
yang baik, juga mampu membuat rasa nyaman bagi seseorang. Jadi, inti dari hal
ini adalah ucapan yang baik akan menghadirkan kenyamanan. Dan, yang bisa
menciptakan hal ini adalah orang yang memiliki hati yang lembut. Point inilah
yang diperlukan oleh seorang pendidik.
b)
Memiliki Kesabaran.
Karakter setiap anak berbeda. Ada anak
yang mudah dinasihati, ada juga yang sulit. Kadang, saking sulitnya membuat
emosi memuncak. Di sinilah diperlukan guru yang mampu mengolah emosinya
sendiri.
c)
Memiliki Kekuatan Iman yang Baik.
Hal yang mutlak dimiliki seorang guru
adalah iman yang baik. Dari hal ini, ia mampu untuk menguatkan diri dalam
menghadapi tantangan, terutama generasi muda yang di didiknya. Biasanya, seseorang
yang memiliki iman yang baik, akan selalu menyelipkan doa pada para didikinya
di setiap ibadahnya.
d)
Pekerja Keras.
Ada banyak tindakan untuk mengubah
generasi muda lebih baik. Salah satu caranya tentu dengan bekerja keras. Karena
biasanya, seorang guru pekerja keras memiliki antusiasme tinggi terhadap
profesinya. Antusiasme sangat diperlukan sebagaimana yang dikutip dari buku Berpikir
dan Berjiwa Besar karya David J. Schwartz mengatakan bahwa, untuk
mengaktifkan orang lain, untuk membuat mereka antusias, Anda sendiri harus
lebih antusias. Jadi, untuk memulai sebuah pekerjaan harus didahului oleh
antusiasme dari diri sendiri dulu. Bagaimana generasi muda bisa antusias jika
seorang pendidik tidak antusias?
e)
Pantang Menyerah.
Dalam setiap tindakan atau pekerjaan, kegagalan
adalah teman biasa. Jadi, tidak ada kata menyerah jika kegagalan adalah sebuah
kelajiman. Karena adanya kegagalan, untuk itulah dalam pelaksanaan sebagai
pendidik diperlukan empat pokok yang harus ada; 1) perencanaan, 2) pelaksanaan,
3) evaluasi, dan, 4) refleksi. Karena melalui empat tahap ini, seorang pendidik
mengetahui bagaimana dan siapa yang menyebabkan itu semua gagal. Dengan
sederhananya, sejatinya seorang pendidik tidak akan pantang menyerah untuk
mendidik generasi muda lebih baik.
Jika
hal demikian sudah ada pada para pendidik – kasih sayang, maka hal kelanjutan
yang bisa dilakukan adalah menyiapkan diri untuk memulai hal itu. Antusiasme?
Ya! Di mana pun, dan kapan pun hal itu memang harus ada. Jadi, setiap para
pendidiki harus memulai hal itu. Dan, sekaranglah untuk melakukan tindakan
selanjutnya – mendekati generasi muda (murid).
Untuk
tahap berikutnya, para pendidik harus mendekatkan diri pada murid. Karena tidak
layak dikatakan mendidik jika tidak ada interaksi sama sekali. Untuk memulai
hal itu, ada tahap yang harus dilakukan terlebih dahulu agar terciptanya sebuah
kenyamanan antar pendidik dengan yang di didik;
1)
Mengenal setiap anak (murid).
Menciptakan suasana yang nyaman antar
murid diperlukan yang namanya pengenalan terlebih dahulu. Tepatnya sih, bagaimana
karakter setiap murid. Hal ini bertujuan agar para pendidik lebih bijaksana
dalam bertindak terhadap murid. Dalam hal ini, ada cara untuk melakukannya;
a)
Jika muridnya adalah murid baru, sebaiknya para
pendidik mengobservasi secara langsung. Mencoba mengenal dari proses belajar,
dan buat tabel karakter setiap murid.
b)
Jika muridnya sudah kelas atas, sebaiknya para
pendidik melakukan hal ini:
1.
Berkonsultasi dengan guru BK.
2.
Berkonsulatsi dengan para pendidik lainnya.
3.
Lakukan penilaian antar teman.
Caranya? Setiap murid menuliskan kebaikan dan
keburukan setiap murid lainnya (sesuai jumlah murid per kelas). Namun
catatannya, kadang penilaian antar teman tidak seratus persen akurat. Tapi
alangkah baiknya untuk dicoba.
c)
Kunjungi wali murid. Ini sangat dibutuhkan untuk
mengetahui kondisi murid tersebut. Dengan adanya kunjungan, maka akan ada
komunikasi berkelanjutan untuk mengetahui perkembangan murid.
2)
Angket cinta.
Angket cinta ini tujuannya untuk
mengetahui para pendidik mana yang disukai murid. Jelas ini baik untuk bisa
berbagi dengan para pendidik yang mendapatkan poling yang banyak.
3)
Melakukan hal kecil.
Melakukan hal kecil mampu membuat para
murid tertarik dan merasa nyaman. Dalam buku Spiritual Teaching karya
Abdullah Munir ada beberapa hal kecil yang dilakukan yaitu; membantu kesulitan
mereka, berilah pujian, tanggapi obrolan mereka selama itu perlu, dan, berikan
sentuhan fisik.
Terlepas
dari semua yang diuraikan, menciptakan generasi muda yang berintegritas
merupakan tantangan yang luar biasa. Ini adalah sebuah PR yang tingkat
kesulitannya harus dipecahkan bersama. Namun, dengan adanya kasih sayang yang
ada di setiap para pendidik, tidak kemungkinan bisa terwujud. Sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi Besar kita Muhammad saw, yang selalu mengasuh,
membimbing, dan memperjuangan agama dengan penuh kasih sayang. Sejatinya,
menciptakan generasi muda yang berintegritas adalah sebuah kesinambungan antara
warga sekolah; kepala sekolah, guru, pegawai, komite dan wali murid. Setiap di
antara mereka tidak akan lepas.
"Menginginkan
generasi muda yang berintegritas, mulailah dari pendidikan yang memiliki kasih
sayang. Karena untuk meraup tiket surga, dimulai dari sekarang!"
*Artikel ini pernah diikutkan lomba pada peringatan hari pendidikan di Radar Lombok, namun sayang gagal.
[1] ot.id/tips-profesional/integritas-dan-komitmen-dalam-bekerja
diakses 20 Maret 2016.
0 Comments
Berbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^