Ticker

6/recent/ticker-posts

Cerpen [Kerudung Merindu]

Kerudung indah ala Heyna... 😀
Yuk miliki kerudung kaya Heyna.
Cek di sini ===> https://shp.ee/4smiwi3

Heyna Saraspati nama lengkapnya. Biasanya dipanggil Heyna. Umurnya sekarang dua puluh tahun. Tinggi tubuhnya 168 centimeter. Rambutnya panjang, hitam legam. Di dagu kirinya, ada tahi lalat yang menempel kecil. Bola matanya besar. Saat tatapannya tajam ke sebuah benda, maka terlihat seperti marah. Tapi, sebenarnya ia tidak marah. Ia termasuk gadis yang jarang sekali marah. Dulu, pernah ia marah ketika salah satu sahabatnya menuduhnya yang bukan-bukan.


“Kamu kan? Jangan mengelak! Aku pikir, kamu adalah sahabat yang baik. Nyatanya, kau pagar makan tanaman!” Pak! Tembok langsung mengeluarkan suara garang saat Fenia, sahabat Heyna, marah dan menepak tembok di sebelahnya.

“Terserah kamu mau menuduhku seperti apa. Yang penting, aku tidak pernah melakukan itu.” Heyna pergi meninggalkan Fenia sendirian di depan pintu toilet sekolah. Saat itu, mereka berdua minta izin keluar saat proses belajar mengajar berlangsung, dan melakukan empat mata.

“Kamu munafik, Heyna!!” teriak Fenia.

Saat suara itu didengar, Heyna langsung menutup telinganya. Ia tidak ingin mendengar semua tuduhan itu. Padahal, beribu kalimat dilontarkannya untuk menyangkal itu semua. Namun, Fenia tidak mengerti sedikit pun. Mungkin, itulah penyakit dari cemburu, selalu merasa benar dan tidak pernah mendengarkan kata-kata yang benar.

Itulah marah dahsyat Heyna. Sekarang, Heyna kesepian. Fenia meninggalkannya selama-lamanya. Bagi Heyna, Fenia adalah sahabat terbaik. Saat suka dan duka Fenia selalu menemani. Namun, kini.... Entahlah. Andai peristiwa itu tidak pernah terjadi. Mungkin, Fenia tidak akan pergi selama-lamanya.

#

“Kau jangan pernah mendekatiku, Lim!!” jerit Heyna saat Lim mengejarnya saat keluar kampus.

“Aku akan tetap mengejar kamu, Heyna. Sampai kamu kembali seperti dulu lagi.”

“Aku tidak ingin kembali seperti dulu. Jadi, kamu jangan pernah mendekatiku lagi.” Heyna melangkah dengan cepat untuk meninggalkan Lim.

“Sekali lagi, aku tidak akan pernah berhenti, Heyna!!” jerit Lim tanpa beban.

Heyna menggeleng-geleng mendengar itu semua.

Lim adalah pemuda yang mengejar Heyna dari SMA hingga sekarang. Namun, Lim pernah pacaran dengan Fenia. Saat Fenia menuduh Heyna, Lim-lah yang menjadi penyebabnya. Dan, saat Fenia mengejar Heyna untuk menyelesaikan permasalah yang terjadi di antara mereka, Fenia ditabrak kendaraan, dan menyebabkan Fenia meninggal. Jadi, sangat wajar ketika Heyna berusaha menjauh dari Lim.

#

“Aku tidak berubah, Ma. Aku tidak ingin dicap sebagi perempuan munafik,” terang Heyna, saat Mama mengajaknya duduk di ruang tamu. Berdua. Empat mata.

“Itu menurut kamu. Tapi bagi Mama, kamu berubah total.” Mama menghela napas. Lalu menyandarkan tubuhnya di sofa. Mama bukannya lelah untuk menasehati Heyna. Hanya saja, Heyna mengalami perubahan total. Sekarang, Heyna sulit untuk dinasehati. Penampilannya juga berubah. Mama ingin Heya seperti dulu, menjadi perempuan yang damai.

“Ma... jujur, aku tidak ingin seperti ini. Aku malu. Rambut tergeraiku ini tidak layak aku tontonkan seperti ini. Tapi, aku tidak ingin dicap sebagai perempuan munafik. Cukup, cukup Fenia saja yang menganggap aku perempuan munafik.”

Mama menarik napas. Tangannya mengambil ujung kerudungnya, lalu mengelap muka menggunakan itu. Menghembuskan napas. “Itu hanya cobaan, Heyna. Perempuan damai, selalu banyak cobaan. Memang, begitulah hidup. Dan ingat, kamu jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri. Mama rasa, Fenia juga berpikir seperti Mama. Jadi, kamu....”

“Cukup, Ma,” Heyna memotong ucapan Mama. Berdiri. “Untuk saat ini, biarkan aku seperti ini, Ma.” Selesai. Heyna berlalu meninggalkan Mama.

#

Heyna duduk di pinggir tempat duduknya. Melepas tas selempang yang menemaninya ke kampus. Saat tas selempang diletakkan di atas tempat tidur, mata Heyna memandang dengan tajam. Lama. Lalu, tiba-tiba air matanya menetes, dan tiba-tiba sesegukan.

“Perempuan munafik?” tanyanya pada diri sendiri. Sesegukan sekali lagi. Tangannya kemudian membuka resleting tas selempang, mengambil sehelai kain berwarna klorofil. Di tatapnya berapa menit, lalu berdiri menuju cermin datar yang ada di belakang pintu kamarnya. “Apakah aku layak mengenakan ini lagi?” tanyanya, menyakinkan diri sendiri. Dikenakkannya kain itu, kain yang menutupi kepalanya. Sebuah kerudung!

“Kamu kan? Jangan mengelak! Aku pikir, kamu adalah sahabat yang baik. Nyatanya, kau pagar makan tanaman!”

“Kamu munafik, Heyna!!”

Suara teriakan Fenia tiba-tiba datang menghantam pikiran Heyna. Heyna memegang kepala lalu meremas kerudungnya, kemudian membuangnya ke kaca. Kerudung itu tergeletak di lantai. Heyna sesegukan dan tersungkur lemah.

“Fenia... aku tidak pernah merebut Lim darimu. Aku hanya....” Heyna kembali sesegukan.

#

Lim tidak akan pernah berhenti mendekati Heyna. Walaupun, seribu kali Heyna menolaknya untuk berbicara panjang lebar. Lim hanya tidak bisa membayangkan, sejak kepergian Fenia, Heyna langsung berubah total. Heyna tidak seperti gadis muslimah seperti biasanya. Sedih rasanya ketika Heyna meninggalkan kerudungnya. Apa benar gara-gara persitiwa waktu itu?

Lim tidak akan menyerah. Ia akan berusaha semampunya agar bisa berbicara panjang lebar kepada Heyna. Bertemu orangtuanya dan berbicara, selalu mengikutinya dan berusaha berbicara, semuanya itu gagal. Namun kali ini, Lim bertekat untuk menyelesaikan itu semua. Hari ini, setelah keluar kampus, Lim langsung menemui Heyna.

“Aku ingin bicara.” Tangannya langsung menggamit tangan Heyna yang hendak menuruni anak tangga.

Heyna menoleh. Matanya tertumpu pada Lim. “Lepaskan!” serunya kemudian.

“Aku tidak akan melepaskannya.” Tanganya berusaha menggengam pergelangan tangan Heyna dengan kuat.

“Aku akan teriak.”

“Teriaklah. Yang pasti, perlu kamu tahu, Fenia akan bersedih meihatmu seperti ini. Aku mengaku, mungkin aku bersalah. Tapi, tolong, berubahlah seperti dulu. Aku rasa, kerudungmu akan merindukanmu.” Mata Lim melayu, seolah memohon agar ucapannya bisa didengarkan Heyna.

“Apa urusanmu?!”

“Aku tahu, aku tidak ada urusan. Tapi, sebagai teman, aku akan menyampaikan amanat seseorang yang harus aku katakan. Khusunya kepada kamu Heyna.”

“Apa maksudmu, Lim?” Heyna berusaha melepaskan tangannya, namun Lim semakin memperkuat genggamannya.

“Kamu tahu, Fenia berpesan padaku, jika ada hal yang aneh terjadi padamu, aku harus memberitahumu. Tidak peduli, apa kamu akan benci aku atau tidak. Yang penting, aku akan menjalani janjiku pada Fenia. Sekarang? Baiklah, aku tidak ada gunanya memperingatimu kalau kamu tidak peduli.” Lim langsung melepaskan tangan Heyna dan langsung turun menapaki anak tangga. Semakin menjauh dari Heyna.

Heyna hanya menatap Lim yang kini tubuhnya menghilang. Air mata seketika jatuh. Ada luka di hatinya. Ucapan Lim, benarkah dari Fenia? Heyna tidak tahan, matanya semakin mengalirkan air mata.
Reactions

Post a Comment

7 Comments

  1. ceritanya inspired banget...sedih...bahasanya juga mudah difahami.

    Terus berkarya.
    Terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih sudah mampir. yuk... sama-sama berkarya selagi mampu.^_^

      Delete
  2. Saya juga masih belajar, tidak bisa memberikan kripik pedas. Mari sama-sama belajar. Ada sedikit kesalahan penulisan, kata "tekat" seharusnya yang benar menurut KBBI adalah "tekad". salam :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih untuk koreksiannya.yuk, sama-sama belajar. ^_^

      Delete
  3. Di antara banyak cerpen bertema rindu, yang satu ini cukup unik. Tapi, openingnya kurang suka. Ini soal selera, dan kacamata penulis dan pembaca, kadang memang beda. Selebihnya, saya terhanyut. Saya juga masih belajar, takut berkomentar banyak. Belum tentu saya bisa menulis sebagus ini. Sukses terus, Mas!

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih keripiknya. dicatat. semoga kita sama-sama sukses.

      Delete

Berbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^