Mood baik. Segalanya akan
terlihat baik. Seperti mengisi di blog. Jika mood itu benar-benar hadir, maka
dengan senang hati semua ide-ide akan tercurahkan begitu saja. Tanpa paksaan. Namun,
jika itu terbalik? Jangankan isi blog, buka laptop saja malas minta ampun. Apa yang
terjadi? Hal manusiawi.
Mood. Berbicara tentag hal ini,
banyak alasan yang mendasari setiap orang untuk terperangkap dalam hal ini.
Misal; kenapa kamu begini? Mood lagi kurang enak. Tuh, kan, mood jadi hal utama
dari segalanya. Walau pada dasarnya, itu sih malas. Eh, tunggu dulu; mood dan
malas itu sama tidak, ya? Lupakan!
Hari ini, saya tidak ingin
memabahas tentang mood. Saya lebih ingin membicarakan tentang keimanan manusia.
Sebab, jika saya teliti, contoh di saya, takaran iman manusia itu seperti anak
tangga; bisa dinaiki, bisa diturunkan. Padahal, jika dinaiki, justeru akan
lebih mudah mencapai puncaknya. Nyatanya?
Inilah memang yang mendera saya.
Iman saya seperti sebuah anak tangga; kadang naik, kadang turun. Dan parahnya,
turunnya lebih sering ketimbang naiknya. Apa sih penyebabnya? Entahlah. ini
mungkin karena faktor hawa nafsu. Ya. Jujur, saya tidak bisa menahan hawa nafsu
sebagai manusia. Bila ada bisikan untuk mengatakan lakukan, maka secara sadar
melakukannya.
Hawa nafsu yang menyesatkan,
bukan? Padahal, jika sudah melakukan hal kesalahan, rasa bersalah atau berdosa
kerap menghantui. Contoh ketika hawa nafsu memeganng ponsel; buka facebook,
instagram, youtube, dan lain-lainnya. Tidak ada hal yang baik manfaatnya
terlalu jauh. Maksud saya, ketika memutuskan untuk membuka media sosal
tersebut, ada postif yang ingin diambil. Namun, seiring waktu, kadang hawa
nafsu itu tiba-tiba mendorong untuk membuka hal lainnya. Lalu apa yang
dilakukan? Kayaknya akan lebih baik segera matikan ponsel. Namun.... ya,
begitulah.
Hawa nafsu. Jahat benar, ya?
Ketika hawa nafsu itu kalah dengan logika, maka tingkat keimanan semakin baik;
rajin ke masjid, mengaji, dan baca buku agama lainnya. Banyak ilmu yang
didaptkan. Bersyukur banget dengan kondisi ini. Namun, kadang itu hanya
bertahan 1 minggu saja. Berikutnya, harus kalah dengan bisikan itu. Merasa seimbang?
Entahalah. Yang pasti, saat tidur tidak tenang, gusar, dan kepikiran hal-hal
buruk lain, berarti hal itu mengatakan bahwa kondisi dalam keadaan kotor. Oh,
bukan kotor – berdosa.
Ya, beginilah keimanan yang saya
alamai. Seperti anak tangga yang bisa dinaiki, dan bisa diturunkan. Bagaimana dengan
kalian? Sebaikanya, menaiki anak tangga terus menerus akan lebih baik. Segala hal
akan terlihat lebih baik. Jalan lurus memang banyak lika likunya. Namun
percaya, keimanan akan membawa kita dalam kebaikan. Bukan begitu?
Haha... posting apaan ya ini? Ini
hanyalah goresan hati yang saya lakukan. Maafkan ketika ini sedikit tidak enak
dibaca. Ingat, keimanan seperti anak tangga itu manusiwi banget. Namun, alangkah
baiknya keimanan kita lebih baik lagi.
Mari sama-sama meningkatkan
keimanan. Tidak ada yang indah ketika kita mencoba lebih baik. Iya, kan?
Hehe. Yuk hijrah sama-sama.
2 Comments
Udah saya masukin daftar blogwalking ya mas Anwar
ReplyDeleteoke! terima kasih sudah berkenan.
DeleteBerbagi itu menyenangkan. Jadi, jangan sungkan untuk berkomentar. Beri kritik & saran juga diperbolehkan. Salam kenal, ya... ^_^